Kamis, 20 Desember 2012

Penembakan di AS, Adam Lanza Diduga Menderita Sindrom Asperger



Connecticut - Hingga saat ini belum diketahui motif Adam Lanza membantai anak-anak dan para staf SD Sandy Hook, Connecticut, Amerika Serikat (AS). Tidak banyak yang bisa diketahui dari pemuda berusia 20 tahun ini. Namun dia diduga menderita sindrom Asperger yang dikategorikan sebagai salah satu bentuk autisme.

Informasi tersebut diperoleh polisi setempat usai mewawancarai sejumlah kerabat dan teman sekolah Adam. Hampir seluruh orang yang mengaku mengenal Adam, menyebutnya memiliki gangguan perkembangan yang mereka sebut sebagai sindrom Asperger. Demikian seperti dilansir denverpost.com, Senin (17/12/2012).
Salah satunya, Matt Baier yang pernah menjadi teman sebangku Adam dalam beberapa mata pelajaran saat sekolah menengah. Menurut Baier, Adam tergolong anak yang sangat amat pendiam dan tidak pernah berinteraksi dengan orang lain.
"Bukan orang-orang yang membuatnya seperti itu. Dari yang saya lihat, orang-orang membiarkan dia seperti itu," tutur Baier yang kini berkuliah di University of Connecticut.
Baier menambahkan, dalam setahun Adam sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun. Namun demikian, Adam selalu mendapat nilai bagus. Baier mengaku sering mengintip kertas-kertas hasil ujian maupun tugas milik Adam semasa sekolah.
Bekas teman sekelas Adam lainnya menuturkan, cukup familiar dengan gangguan kesehatan yang dialami Adam. Dia bahkan menyebutnya sebagai 'efek sangat datar'. "Jika Anda melihat ke wajahnya, Anda tidak akan bisa melihat emosi apa yang sedang ada di kepalanya," ucap pemuda yang enggan disebut namanya.
Tak jauh berbeda, Olivia DeVivo yang mengaku sekelas dengan Adam saat kelas 6 SD, menyatakan perilaku aneh yang sering dilihatnya dari Adam. Semasa SD, menurut DeVivo, Adam pernah beberapa kali terlibat percakapan dengan teman-temannya. Seringkali topik pembicaraannya adalah masalah alien dan rencana meledakkan sesuatu.
Namun tetap saja, lanjut DeVivo, Adam selalu merasa tidak nyaman jika berhadapan dengan orang lain. DeVivo yang kini juga kuliah di University of Connecticut ini, sedikit merasa prihatin dengan kondisi Adam saat itu.
"Saya pikir dia mungkin tidak mendapat cukup perhatian atau bantuan orang lain. Saya pikir dia mungkin sering diabaikan sehingga orang-orang tidak menyadari bahwa ada yang salah padanya -- yang mungkin butuh dibicarakan atau mendapat konsultasi mental. Di sekolah menengah, tidak ada satupun yang benar-benar memperhatikannya dan berpikir, 'Kenapa dia bersikap seperti itu?'," jelas DeVivo.
DeVivo menambahkan, pasca tragedi tersebut, dirinya langsung menghubungi teman-temannya di Newtown yang juga mengenal Adam. "Mereka semua tidak terkejut. Mereka bahkan mengatakan, dia (Adam-red) memang selalu tampak seperti orang yang mampu melakukan hal semacam itu karena dia memang tidak pernah terikat dengan sekolah dan tidak terikat dengan kota kami," ucapnya.
Secara terpisah, rekan dan kerabat keluarga Adam menuturkan, ibu Adam, Nancy Lanza, dikenal sangat mempedulikan putranya. Sejak bercerai dengan suaminya, Nancy hanya tinggal berdua dengan Adam. Sementara putranya yang lain, Ryan Lanza kuliah dan bekerja di kota lain.
"Ibu mereka sangat protektif, sangat dekat," tutur Gina McDade yang menyebutkan putranya merupakan teman bermain kakak Adam, Ryan Lanza semasa kanak-kanak. (dtc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar